Politik Dalam Islam
Tentunya sebagai agama yang mencakup semua aspek kehidupan, islam tidaklah melupakan atau meninggalkan permasalahan politik, yang dikenal dengan istilah “siyasah”.
Jika dikatakan saasal waliy ar ro’iyah berarti pemimpin itu memerintahkan, melarang dan mengendalikan rakyatnya. Karena itu menurut terminologi bahasa siyasah menunjukkan arti mengatur, memperbaiki dan mendidik.
Sedangkan menurut etimologi, siyasah (politik) memiliki makna yang berkaitan dengan negara dan kekuasaan. Disebutkan bahwa ia adalah upaya memperbaiki rakyat dengan mengarahkan mereka kepada jalan selamat di kehidupan dunia maupun akherat serta mengatur urusan-urusan mereka. Al Bujairumiy mengatakan bahwa politik adalah memperbaiki urusan-urusan rakyat dan mengatur perkara-perkara mereka.
Politik dengan makna seperti ini merupakan dasar hukum, karena itu tindakan-tindakan para penguasa negara yang terkait dengan kekuasaan disebut dengan politik. . Ilmu politik adalah ilmu yang mengetahui tentang macam-macam kekuasaan, perpolitikan sosial dan sipil, keadaan-keadaannya : seperti keadaan para penguasa, raja-raja, pemimpin, hakim, ulama, ekonom, penanggung jawab baitul mal dan yang lainnya. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 8963)
Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa islam bukanlah melulu aqidah teologis atau syiar-syiar peribadatan, ia bukan semata-mata agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, yang tidak bersangkut paut dengan pengaturan hidup dan pengarahan tata kemasyarakatan dan negara.
Tidak, tidak demikian…islam adalah akidah dan ibadah, akhlak dan syariat yang lengkap. Dengan kata lain, islam merupakan tatanan yang sempurna bagi kehidupan individu, urusan keluarga, tata kemasyarakatan, prinsip pemerintahan dan hubungan internasional.
Bahkan bagian ibadah dalam fiqih itu pun tidak lepas dari politik… Islam memiliki kaidah-kaidah, hukum-hukum dan pengarahan-pengarahan dalam politik pendidikan, politik informasi, politik perundang-undangan, politik hukum, politik kehartabendaan, politik perdamaian, politik peperangan dan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kehidupan. Maka tidak bisa diterima kalau islam dianggap nihil dan pasif bahkan menjadi pelayan bagi filsafat atau ideologi lain. Islam tidak mau kecuali menjadi tuan, panglima, komandan, diikuti dan dilayani. (Fatwa-fatwa Kontemporer jlid 2 hal 897 – 898)
Ibnul Qoyyim mengutip perkataan Imam Abul Wafa’ ibnu ‘Aqil al Hambali bahwa politik merupakan tindakan atau perbuatan yang dengannya seseorang lebih dekat kepada kebaikan dan lebih jauh dari kerusakan, selama politik tersebut tidak bertentangan dengan syara’.
Ibnul Qoyyim juga mengatakan bahwa sesungguhnya politik yang adil tidak bertentangan dengan syara’ bahkan sesuai dengan ajarannya dan merupakan bagian darinya. Dalam hal ini kami menyebutnya dengan politik (siyasah) karena mengikuti istilah mereka. Padahal, sebenarnya dia adalah keadilan Allah dan Rasul-Nya. (at Thuruq al Hukmiyah hal 17 – 19)
Islam adalah agama yang mengikat segala sesuatunya dengan aturan agama, begitupula didalam urusan politik ini. Islam tidak mengenal adanya penghalalan segala cara untuk mencapai tujuan, meskipun tujuan itu mulia. Islam tidak hanya melihat hasil tetapi juga proses untuk mendapatkan hasil.
Oleh karena itu didalam berpolitik pun seorang politisi maupun pemimpin islam diharuskan berpegang dengan rambu-rambu syariah dan akhlak mulia. Dengan kata lain bahwa segala cara berpolitik yang bertentangan dengan syariah atau melanggar norma-norma agama dan akhlak islam maka ia dilarang.
Wallahu A’lam
Tentunya sebagai agama yang mencakup semua aspek kehidupan, islam tidaklah melupakan atau meninggalkan permasalahan politik, yang dikenal dengan istilah “siyasah”.
Jika dikatakan saasal waliy ar ro’iyah berarti pemimpin itu memerintahkan, melarang dan mengendalikan rakyatnya. Karena itu menurut terminologi bahasa siyasah menunjukkan arti mengatur, memperbaiki dan mendidik.
Sedangkan menurut etimologi, siyasah (politik) memiliki makna yang berkaitan dengan negara dan kekuasaan. Disebutkan bahwa ia adalah upaya memperbaiki rakyat dengan mengarahkan mereka kepada jalan selamat di kehidupan dunia maupun akherat serta mengatur urusan-urusan mereka. Al Bujairumiy mengatakan bahwa politik adalah memperbaiki urusan-urusan rakyat dan mengatur perkara-perkara mereka.
Politik dengan makna seperti ini merupakan dasar hukum, karena itu tindakan-tindakan para penguasa negara yang terkait dengan kekuasaan disebut dengan politik. . Ilmu politik adalah ilmu yang mengetahui tentang macam-macam kekuasaan, perpolitikan sosial dan sipil, keadaan-keadaannya : seperti keadaan para penguasa, raja-raja, pemimpin, hakim, ulama, ekonom, penanggung jawab baitul mal dan yang lainnya. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 8963)
Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa islam bukanlah melulu aqidah teologis atau syiar-syiar peribadatan, ia bukan semata-mata agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, yang tidak bersangkut paut dengan pengaturan hidup dan pengarahan tata kemasyarakatan dan negara.
Tidak, tidak demikian…islam adalah akidah dan ibadah, akhlak dan syariat yang lengkap. Dengan kata lain, islam merupakan tatanan yang sempurna bagi kehidupan individu, urusan keluarga, tata kemasyarakatan, prinsip pemerintahan dan hubungan internasional.
Bahkan bagian ibadah dalam fiqih itu pun tidak lepas dari politik… Islam memiliki kaidah-kaidah, hukum-hukum dan pengarahan-pengarahan dalam politik pendidikan, politik informasi, politik perundang-undangan, politik hukum, politik kehartabendaan, politik perdamaian, politik peperangan dan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kehidupan. Maka tidak bisa diterima kalau islam dianggap nihil dan pasif bahkan menjadi pelayan bagi filsafat atau ideologi lain. Islam tidak mau kecuali menjadi tuan, panglima, komandan, diikuti dan dilayani. (Fatwa-fatwa Kontemporer jlid 2 hal 897 – 898)
Ibnul Qoyyim mengutip perkataan Imam Abul Wafa’ ibnu ‘Aqil al Hambali bahwa politik merupakan tindakan atau perbuatan yang dengannya seseorang lebih dekat kepada kebaikan dan lebih jauh dari kerusakan, selama politik tersebut tidak bertentangan dengan syara’.
Ibnul Qoyyim juga mengatakan bahwa sesungguhnya politik yang adil tidak bertentangan dengan syara’ bahkan sesuai dengan ajarannya dan merupakan bagian darinya. Dalam hal ini kami menyebutnya dengan politik (siyasah) karena mengikuti istilah mereka. Padahal, sebenarnya dia adalah keadilan Allah dan Rasul-Nya. (at Thuruq al Hukmiyah hal 17 – 19)
Islam adalah agama yang mengikat segala sesuatunya dengan aturan agama, begitupula didalam urusan politik ini. Islam tidak mengenal adanya penghalalan segala cara untuk mencapai tujuan, meskipun tujuan itu mulia. Islam tidak hanya melihat hasil tetapi juga proses untuk mendapatkan hasil.
Oleh karena itu didalam berpolitik pun seorang politisi maupun pemimpin islam diharuskan berpegang dengan rambu-rambu syariah dan akhlak mulia. Dengan kata lain bahwa segala cara berpolitik yang bertentangan dengan syariah atau melanggar norma-norma agama dan akhlak islam maka ia dilarang.
Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar